Recent Posts

Kelas Inspirasi Sukabumi #1

Haaayyy blogku, lama tak jumpa, mohon maaf apabila ku melalikanmu, ini kisahku kembali lagi akan ku tuliskan dalam bait-bait ceritaku ini tentang kelas inspirasi, kali pertama saya mengikuti kelas inspirasi, awalnya minder karena bertemu dengan orang-orang hebat yang siap menginspirasi anank-anak sekolah dasar, akan tetapi aku juga ingin seperti mereka membawa cahaya untuk menerangi adek-adek yang ada di sekolah dasar. Kelas inspirasi adalah gerakan dimana profesional turun kesekolah dasar dalam satu hari untuk berbagi cerita, pengalaman kerja, inspirasi dan memotivasi meraih cita-cita. Mau Tahu siapa teman-teman hebat saya yang bareng-bareng menjadi relawan Kelas inspieasi Sukabumi??? kita bekesempatan berbagi inspirasi di SDN 1 Sukaeaja kita berlimabelas dikumpulkan atas nama cinta, cinta akan pendidikan di Indonesia saya perkenalkan Tim SDN 1 Sukaraja: Adita sebagai fasilitator, Saya Ari, Robby, Damian, Erli, Erni, Riri, Bunda Rini, Kiki, Bili, Mirza, dan Ratri sebagai Relawan Pengajar, serta ada Relawan Fotografer yaitu: Lutfi, Suhendar, dan Sopiyan.
Bagi saya ini pengalaman yang seru dan mengharukan, kenapa mengharukan? karena saya jadi teringat guru-guru SD say dulu, kebetulan saya kebagian anak kelas 1, ternyata tidak mydah untuk menjadi seorang guru terutama guru SD yang menanganin anak-anak kelas 1. Pengalaman kemaren saya memberikan materi mengenai profesi saya sebagai Design Engineer di kelas tersebut ada yang cuek, ada yang antusias, ada yang berantem, tiba-tiba ada yang nagis, pokonya seruuu... Nanti saya lanjutkan ceritanya yaaaaaa...

Ibroh Sebuah Perjalanan Hidup

Ini postingan yang baru di tahun 2012, lama ku tidak menulis dan merangkai kata-kata sekedar bersenda gurau ala diriku sendiri. Baru-baru ini ku membaca sebuah surat yang memilukan buatku, bukan karna harta atau bukan karena dunia, ini mengenai kehidupan untuk tujuan "ukhrowi" yaitu jiwa yang pada fitrahnya merindukan Robb nya. Sekarang-sekarang ini kehidupanku terasa jauh dari Robb ku, malu rasanya diri ini serpihan-serpihan kesalahan yang menggunung tak ku elakan lagi, apakah ini adalah perubahan negatif pada diriku? ada sebuah tanda tanya besar yang ku pikul dan ku angkat di atas kepalaku. Kepada siapa ku mengadu kecuali pada Robb ku yang "Ahhad" tapi karena ku terus dan terus berbuat kesalahan ku malu kepadaNya sekaligus taku. takut perbuatan ini karna kesombonganku dahulu. Ibroh,,, Pelajaran ku petik, hidup ini ternyata tidak mudah agar istikomah ada dalam ridhoNya. tak sedikit orang menyanjung padahal disisilain ku malu padahal begitu banyak kesalahanku, mungkin lebih banyak kesalahanku dari pada orang yang menyanjungku itu. Tapi ku selalu berharap pada Robb ku suatu saat ku akan berjalan lurus sesuai dengan ridhonya. ku tak akan pernah terputus dari rahmatNya. sekotor apapun diriku ku harus mengambil semua pelajaran dalam hidupku, minta, berdoa, berikhtiar, seta Bertawakal kepadaNya itu hal yang ku harapkan. Selain dari itu, ku ingin ada seseorang yang mengingatkanku, siapa pun itu, adiku, saudaraku, atau karib kerabat agarku tetap istikomah didalam jalan yang lurus. Ku minta maaf kepada semua orang yang telah dikecewakan olehku, "Nulisnya malam-malam, maaf kalo kurang nyambung" :)

Memanfaatkan WIFI Tetangga


Pertanyaan, “Jika aku menghidupkan komputer, secara otomatis komputerku tersambung dengan internet. Hal ini terjadi karena salah satu tetanggaku berlangganan internet (baca: wifi) yang daya pancarnya meliputi satu kampung. Apakah aku boleh memanfaatkan akses internet dalam kondisi sebagaimana di atas?”

Jawaban Syaikh Abdurrahman Al-Barrak, “Jika Anda menggunakan akses internet tersebut namun tidak menyebabkan bertambahnya tagihan biaya internet tetangga tersebut disebabkan pengunduhan (donwload) materi tertentu melalui internet, serta tidak menyebabkan berkurangnya kecepatan akses disebabkan adanya banyak orang yang menggunakan, maka dalil umum yang menunjukkan keharusan bersikap toleran kepada tetangga menunjukkan bolehnya hal tersebut. Di antara dalil tersebut adalah hadits Abu Hurairah, Nabi bersabda, 'Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya meletakkan kayu di temboknya.' (HR. Bukhari dan Muslim)

Akan tetapi, sikap yang lebih hati-hati adalah meminta izin kepada tetangga pemilik wifi, jika Anda mengetahuinya.

Namun, ada beberapa faktor yang patut dipertimbangkan terkait hukum masalah ini. Misalnya, dalam satu kampung tersebut terdapat beberapa orang tetangga yang memiliki akses internet--alias wifi--sehingga terkadang komputer Anda tersambung ke suatu wifi dan terkadang tersebut dengan wifi yang lain.

Pertimbangan yang lain adalah terkait hak perusahaan penyedia layanan internet. Mereka kehilangan pelanggan dan keuntungan dikarenakan banyaknya orang di kampung tersebut yang memanfaatkan wifi yang ada di perkampungan itu.

Oleh karena itu, sikap hati-hati dalam masalah ini adalah hendaknya Anda berlangganan internet sendiri saja, dalam rangka keluar dari berbagai ganjalan di atas.”



Sumber: http://www.islamqa.com/ar/ref/99544
Penerjemah: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A.
Artikel www.PengusahaMuslim.com

Pahala Berlimpah Bagi Para Pencari Nafkah

Para pengusaha muslim harus memiliki dedikasi yang tinggi dalam mengembangkan usahanya, bersemangat memerangi kemalasan, mengenali medan usaha, dan tidak berputus asa. Dengan demikian, pengusaha muslim akan tangguh, mandiri, dan mampu memberantas kemiskinan, dengan izin Allah!

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada makanan yang dimakan oleh seseorang, yang lebih baik dari makanan yang merupakan usaha tangannya sendiri, karena Nabi Allah, Daud, makan dari hasil usaha tangannya sendiri." [Hadis sahih; diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, no. 2072 dan Imam Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 8:6].

Islam sangat membenci pemalas yang menjadi beban orang lain padahal setiap individu dikaruniai bekal kelebihan masing-masing oleh Allah. Dalam sebuah hadits dari Abdullah Ibnu Umar, diriwayatkan bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah sikap meminta-minta ada pada diri seseorang di antara kalian, kecuali ia bertemu dengan Allah sementara di wajahnya tidak ada secuil daging pun." [HR. Bukhari, Muslim, dan Nasa'i dalam Sunan-nya].

Abu Qasim Al-Khatli bertanya kepada Imam Ahmad, “Apa komentar Anda terhadap orang yang hanya berdiam di rumah atau di masjid lalu berkata, 'Aku tidak perlu bekerja, karena rezekiku tidak akan lari dan pasti datang'?” Maka, beliau menjawab, "Orang tersebut bodoh terhadap ilmu. Apakah dia tidak mendengarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Allah menjadikan rezekiku di bawah kilatan pedang (jihad).'?” [Ibnul Jauzi, Talbisul Iblis, hlm. 302].



Sahl bin Abdullah At-Tustari berkata, "Barang siapa yang merusak tawakal berarti dia telah merusak pilar keimanan, dan barang siapa yang merusak kepercayaan berarti dia telah membuat kerusakan dalam sunah." [Ibnul Jauzi, Talbisul Iblis, hlm. 299].

Allah tidak melarang para hamba-Nya berusaha. Bahkan, Allah mencintai segala bentuk usaha, asalkan sesuai dengan kaidah dan prinsip agama. Bahkan, Allah memberi ampunan kepada orang yang kecapekan karena mencari nafkah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barang siapa yang bermalam dalam keadaan badannya capek karena pekerjaannya, dia bermalam dalam keadaan terampuni dosanya." [Lihat: Fathul Bari, 4:353].

Wahai saudaraku, saya sengaja memaparkan beberapa atsar dari para ulama untuk menepis anggapan sebagian orang bahwa mencari nafkah dengan cara yang benar--untuk mencukupi kebutuhan hidupnya--merupakan cinta dunia yang menodai sikap kezuhudan. Padahal, tidaklah demikian! Bahkan, Abu Darda' berkata, "Termasuk tanda kepahaman seseorang terhadap agamanya adalah adanya kemauan untuk mengurusi nafkah rumah tangganya." [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam Ishlahul Mal, hlm. 233, Ibnu Abi Syaibah, no. 34606, dan Al-Baihaqi dalam Asy-Syuab, 2:365].

Pengusaha muslim harus bangkit

Krisis ekonomi global jangan sampai mematahkan semangat pengusaha muslim, apalagi menjerumuskan diri dalam jurang keputusasaan. Justru sebaliknya, krisis ekonomi global sebagai realitas yang harus dihadapi dengan bekal kesungguhan, ilmu, tawakal, dan menjauhi sifat pengecut. Krisis harus disikapi sebagai pengingat, cambuk bagi kita semua untuk bangkit mencari peluang, membuka keran rezeki yang mampet. Pengusaha muslim dituntut menjadi teladan paripurna, termasuk semangatnya dalam menghimpun rezeki dan membuka lapangan kerja yang halal.

"Barangsiapa yang bermalam dalam keadaan badannya capek karena pekerjaannya, dia bermalam dalam keadaan terampuni dosanya."

Ketika Abdurrahman bin Auf hijrah ke Madinah dengan segala keterbatasannya, beliau mendapat tawaran bantuan. Meski begitu, beliau mengatakan, "Tunjukkan kepadaku di mana pasar Madinah?" Akhirnya, dalam waktu tidak begitu lama beliau sudah mampu hidup mandiri. [Lihat: Fathul Bari, 4:1358 dan Al-Minhaj Syarah Sahih Muslim, 15:133].

Kesibukan para utusan Allah dan ulama salaf dalam mencari ilmu dan berdakwah tidak melalaikan mereka mengumpulkan rezeki yang halal. Bercermin dari itu, para pengusaha muslim harus bisa meneladani mereka, menyinergikan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, jangan lalai di satu sisi; mesti proporsional.

Kini, apa pun bentuk usahanya, asalkan halal dan diperoleh dengan cara yang benar, usaha tersebut harus dijalani dengan sungguh-sungguh dan penuh suka cita. Hilangkan perasaan penuh rendah diri, malu, atau gengsi. Perbaiki atau luruskan kembali niat ini apabila sempat goyah. Katakan lalu camkan dalam hati, bahwa apa yang kita usahakan adalah dalam rangka ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ingat, ukuran sebuah usaha atau profesi itu dikatakan mulia dan tidak, tidak bergantung dari pandangan manusia. Namun, sangat ditentukan oleh kehalalan dan benarnya jenis usaha di hadapan Allah, serta terpujinya usaha tersebut dari sisi syariat. Sebesar apa pun keuntungan yang diperoleh, namun bila didapat dari perniagaan atau profesi yang tidak halal, bisa dipastikan bahwa harta itu tidak akan mengandung berkah.



Para nabi dan rasul telah memberikan contoh kepada kita. Misalnya: Nabi Zakaria menjadi tukang kayu, Nabi Idris menjahit pakaian, dan Nabi Daud membuat baju perang. Artinya, bekerja untuk bisa hidup mandiri merupakan sunah. Berusaha untuk mencari nafkah, baik berniaga, bertani, atau beternak tidak dianggap menjatuhkan martabat dan tidak bertentangan dengan sikap tawakal.

Begitu pula para ulama salaf, mereka tergolong orang yang rajin bekerja, menuntut ilmu serta berdakwah menyebarkan agama. Tidak mengapa seseorang bekerja di bidang dakwah lalu mendapat imbalan dari pekerjaan tersebut, karena ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah; beliau mencukupi kebutuhan keluarganya dari baitul mal. [Lihat: Fathul Bari, 4:357].

Perlu diketahui bahwa kualitas diri seseorang sangat tergantung pada hasil ikhtiar yang dia perjuangkan, termasuk keberhasilannya untuk memberi manfaat bagi banyak orang. Maka, seorang pengusaha muslim harus hidup berkecukupan. Dengan hidup berkecukupan, pengusaha muslim akan lebih banyak memiliki peran, bukan hanya untuk kepentingan pribadi (misalnya: menuntut ilmu atau mencukupi kebutuhan keluarga yang bersifat duniawi saja), namun di ladang dakwah, seorang pengusaha muslim yang berkecukupan juga bisa beramal saleh dan berdakwah.

Artikel www.PengusahaMuslim.com

Sukses Dunia dan Akhirat


Sabtu, 29 Mei 2010, alhamdulillah saya bisa hadir menjadi pembicara di "Seminar Syariah Ekonomi Islam" di Restoran Sami Kuring, Cikarang, yang diselenggarakan oleh Forum Komunitas Muslim Karyawan EJIP. Rencana semula, peserta dibatasi maksimum 70 peserta, tetapi kenyataannya membludak hingga 98 orang peserta (di luar panitia). Itu pun, katanya, banyak yang ditolak saat mendaftar karena keterbatasan ruangan.

Seperti biasa, saya sharing tentang konsep bisnis berorientasi akhirat, dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan utama saat kita berusaha. Yaitu, bukan mengejar cita-cita duniawi yang pendek, seperti punya mobil, punya rumah, perusahaan besar, dan seterusnya. Ini cita-cita yang terlalu pendek. Kita naikkan cita-cita kita ke akhirat.

Jika selama ini, kita diajarkan sejak kecil untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit, maka sekalian saja naikkan cita-cita kita ke akhirat. Kenapa tidak?

Toh dengan bercita-cita akhirat, maka Allah Ta'ala akan membantu memudahkan urusan kita, akhirat dapat dan dunia pasti dapat. Sedangkan kalau cita-cita hanya dunia, maka khawatirnya kita hanya mendapat dunia, dan di akhirat kita menjadi orang yang rugi besar.

Allah Ta'ala berfirman,

مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ

“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat maka akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia maka akan Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.” (Qs. Asy-Syura: 20)

لْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

“Akan tetapi, kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Qs. Al-A’laa: 16--17)

Banyak yang bertanya kepada saya, "Bagaimana contoh bekerja dengan orientasi akhirat?"

Jawabannya banyak sekali: bekerja karena ingin menikah, karena ingin menafkahi keluarga, ingin membantu keluarga yang tidak mampu, ingin berhaji, ingin banyak bersedekah seperti si fulan, ingin membangun 100 rumah sakit Islam, ingin menyantuni satu juta anak yatim, dan seterusnya....

Ada kisah menarik di zaman tabiut tabi'in. Seorang ulama besar bernama Abdullah bin al-Mubarak, seorang ulama ahli hadits sekaligus seorang pedagang yang berhasil. Beliau rahimahullah ditanya oleh Fudhail bin Iyadh, "Engkau selalu mengajari kami untuk zuhud terhadap dunia, tetapi aku lihat engkau sibuk berdagang di pasar-pasar."

Abdullah bin al-Mubarak menjawab bahwa dia bersemangat berdagang karena ingin menanggung nafkah ulama-ulama ahli hadits, agar para ulama tersebut tetap fokus mengajar ilmu hadits dan tidak sibuk bekerja. Alasannya, kalau mereka sibuk bekerja, mereka tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk mengajarkan hadits." (Kisah itu disebutkan oleh Imam adz-Dzahabi dalam kitab Siyar A'alam an-Nubala', pada biografi Abdullah bin al-Mubarak)

Lihatlah betapa indahnya cita-cita ini, dan betapa Allah Ta'ala membuktikan janjinya. Beliau rahimahullah justru sukses dalam berdagang, menjadi pengusaha kaya, namun tetap zuhud terhadap dunia, yaitu tidak meletakkan dunia di hatinya. Dunia hanya sarana, bukan tujuan. Beliau mengerti hakikat kehidupan dunia yang fana, dunia hanya wasilah untuk kebahagiaan akhirat.



Contoh motivasi lain adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya), "Wajib atas setiap muslim untuk bersedekah." Dikatakan kepada beliau, "Bagaimana bila ia tidak mampu?" Beliau menjawab, "Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan (dengannya ia dapat) bersedekah." (Muttafaqun 'alaih)

Lihatlah, betapa motivasi untuk bekerja hanya karena ingin bersedekah, karena sedekah itu wajib. Sehingga, setelah para sahabat mendengar hadits ini, mereka langsung pergi ke pasar-pasar mencari kerja, meskipun sekadar menjadi kuli angkat barang di punggungnya, hanya untuk mendapatkan upah dan dengan upah itu mereka dapat bersedekah.

Banyak dalil yang menerangkan janji-janji Allah Ta'ala kepada orang-orang yang berorientasi akhirat, bahwa orang yang berorientasi akhirat akan sukses dunia dan akhiratnya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman, 'Wahai anak Adam, beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dadamu dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan, dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia).'" (Hr. Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim)

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Barangsiapa yang menjadikan kegelisahan, kegundahan, cita-cita, dan tujuannya hanya satu, yaitu akhirat, maka Allah akan mencukupi semua keinginannya. Barangsiapa yang keinginan dan cita-citanya bercerai-berai kepada keadaan-keadaan dunia, materi duniawi, yang dipikirkan hanya itu saja, maka Allah tidak akan peduli di lembah mana dia binasa." (Hr. Ibnu Majah; sanadnya hasan)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Barangsiapa yang obsesinya adalah akhirat, tujuannya akhirat, niatnya akhirat, cita-citanya akhirat, maka dia mendapatkan tiga perkara: Allah menjadikan kecukupan di hatinya, Allah mengumpulkan urusannya, dan dunia datang kepada dia dalam keadaan dunia itu hina. Barangsiapa yang obsesinya adalah dunia, tujuannya dunia, niatnya dunia, cita-citanya dunia, maka dia mendapatkan tiga perkara: Allah menjadikan kemelaratan ada di depan matanya, Allah mencerai-beraikan urusannya, dan dunia tidak datang kecuali yang ditakdirkan untuk dia saja." (Hr. At-Tirmidzi dan lain-lain; hadits shahih)

Nah, masihkah kita ragu dengan janji-janji Allah Ta'ala di atas? Apakah itu cuma dongeng di siang bolong? Siapakah yang paling mampu menepati janjinya? Sungguh sayang, banyak dari kita yang masih ragu dengan janji-janji Allah Ta'ala, dan ikut yakin dengan pameo ini, "Zaman ini zaman edan, kalau tidak ikut arus, bagaimana kita bisa dapat rezeki?", atau "Yang haram saja susah, apalagi yang halal." Maka, jadilah suap-menyuap menjadi keseharian kita, tanpa ada lagi beban, tanpa merasa berdosa, berdusta saat jual-beli menjadi hal yang wajar, dan seterusnya....

Bagaimana mungkin karunia Allah Ta'ala, berupa rezeki, dapat diraih dengan maksiat? Mungkin rezeki itu akan didapat, tetapi rezeki itu tidak akan memiliki berkah. Justru, rezeki tersebut akan membawa petaka, istri dibawa lari orang, anak berzina, kita sendiri terkena penyakit strok dan merana seorang diri di rumah sakit jiwa. Akhir yang buruk, yang tidak satu pun dari kita menginginkannya.

Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini,
"Janganlah kamu merasa bahwa rezekimu datangnya terlambat, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rezeki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram." (Hr. Abdur Razaq, Ibnu Hibban, dan al-Hakim)

"Sesungguhnya, Ruhul Qudus (malaikat Jibril) membisikkan dalam benakku bahwa jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan sempurna rezekinya. Karena itu, hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan memperbaiki mata pencarianmu. Apabila datangnya rezeki itu terlambat, janganlah kamu memburunya dengan jalan bermaksiat kepada Allah, karena apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan ketaatan kepada-Nya." (Hr. Abu Dzar dan al-Hakim)

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah dan carilah nafkah dengan cara yang baik, karena sesungguhnya seseorang sekali-kali tidak akan meninggal dunia sebelum rezekinya disempurnakan, sekalipun rezekinya terlambat (datang) kepadanya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram." (Hadits shahih, Shahih Ibnu Majah no. 1743 dan Ibnu Majah II: 725 no. 214)

Hendaklah kita perhatikan hadits-hadits di atas. Kita diperintahkan untuk berusaha, bersungguh-sungguh, bekerja, memperbaiki mata pencarian, meninggalkan yang haram, dan kita diperintahkan untuk bertakwa. Rezeki yang ada di langit (dari Allah) bukan dicari dengan cara maksiat kepada-Nya. Namun, kita diperintahkan untuk bersungguh-sungguh bekerja, memperbaiki cara mencari rezeki, dan bertakwa.

Ada satu pengalaman pribadi yang menarik, sebagai pembuktian hadits-hadits di atas, yaitu bahwa seseorang tidak akan mati hingga seluruh rezekinya diterima. Kejadiannya terjadi pada ayah saya, yaitu setelah operasi jantung beliau mengalami komplikasi, dan sempat dirawat di ruang ICU selama 30 hari.

Beliau sempat berada dalam kondisi koma selama 2 minggu, setelah itu sadar dan meminta es krim. Dokter mengizinkan saya untuk memberikan es krim tersebut. Setelah habis dimakannya, beliau koma lagi selama dua hari, dan akhirnya meninggal dunia.

Kalau diilustrasikan secara sederhana dari kejadian ini, seolah-olah para malaikat menginventaris kembali rezeki yang harus diterima ayah saya, ternyata ada satu yang tertinggal, yaitu es krim. Maka, ayah saya dibangunkan, diberi es krim, kemudian nyawanya dicabut setelah seluruh rezekinya diterima. Benar sekali, seseorang tidak akan mati sebelum rezekinya dia terima dengan sempurna.

Kejadian ini membuat saya bertambah yakin dengan firman Allah Ta'ala dan sabda Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam di atas.

Masih ada lagi yang bertanya, "Untuk apa kita berusaha kalau rezeki sudah ditentukan?" Jangankan kita, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bertanya hal yang sama.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu menceritakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, “Setiap kalian telah ditulis tempat duduknya di surga atau di neraka.” Maka ada seseorang dari suatu kaum yang berkata, “Kalau begitu, kami bersandar saja (tidak beramal, pent), wahai Rasulullah?”

Maka, beliau pun menjawab, “Jangan demikian. Beramallah kalian, karena setiap orang akan dimudahkan.” Kemudian, beliau membaca firman Allah, “Adapun orang-orang yang mau berderma dan bertakwa, serta membenarkan al-husna (surga), maka kami siapkan baginya jalan yang mudah.” (Qs. al-Lail: 5-7). (Hr. Bukhari dan Muslim)

Inilah nasihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita, untuk tidak bertopang dagu, serta supaya senantiasa bersemangat dalam beramal dan tidak menjadikan takdir sebagai dalih untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Kita pasti akan dimudahkan menuju takdir kita, selama kita mengikuti firman Allah Ta'ala dalam surat al-Lail ayat 5 hingga 7 tersebut.

Terakhir, marilah kita renungkan firman Allah Ta'ala berikut ini,

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Qs. An-Nahl: 97)

Lihatlah, bahwa jika kita ingin hidup bahagia dengan mendapatkan semua kebaikan (karena ayat tersebut tidak membatasi kebaikan apa, maka ulama menerangkan bahwa yang dimaksud adalah semua kebaikan, baik rezeki, kebahagiaan, ketenangan jiwa, dan lain-lain), maka caranya adalah dengan beramal shalih, dalam keadaan beriman.

Bagaimana kita bisa beriman dan beramal shalih? Mari kita pelajari al-Quran dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pemahaman yang benar. Insya Allah kita akan selamat.

Wallahu a'alam.

***

Penulis: Fadil Fuad Basymeleh
Penulis adalah owner Zahir Accounting dan ketua Yayasan Bina Pengusaha Muslim

Masa Lalu Ku

Kini kubercerita tentang seseorang yang pernah hadir dalam lubuk hatiku, panggillah dia "Neng" Dia adalah guru kewirausahaanku yang baik buatku, guru yang saat itu aku sedang duduk di banghku kelas XI teknik Mesin. cara mengajarnya sungguh menyenangkan dan kami seluruh siswa Teknik Mesin selalu mendapatkan nilai bagus semuanya karena mungkin termotifasi oleh si Ibunya, he..he.. Lucu memang tapi itu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.

Sampailah pada akhir semester dan kami melewati ujian Akhir semester dengan nilai bagus, iya walau ada lah yang remedial. dan kami siswa anak Teknik Mesin mulai libur semeter selama 2 minggu. Dan disilah ceritaku dimulai yang mulai ada benih-benih cinta dan ranting-ranting rindu, Rinduku kepada si Ibu guru, he..he.. Malu sebenarnya cerita ini ditorehkan di blog akan tetapi ini adalah cerita masalaluku buat dikenang.


Ketika ku berlibur bukannya senang bahwa ada waktu untuk memberikan istirahat pada otak dan pikiranku yang ada hanya selalu teringat sama si “Ibu” masya Alloh Cinta itu hinggap dalam mihrob hatiku bukan karena keinginanku tapi dia hinggap begitu saja tanpa permisi dan tanpa ijin. Kutahan semua perasaanku itu sampai saat ini, artinya di tak pernah mengetahui perasaanku kepadanya. Tapi saat ini hadir seseorang yang hadir dalam mihrob hatiku dan takan kusebutkan namanya Rahasia, he..he.. cukup Alloh dan diriku saja yang tau.

Berjalanlah waktu yang semestinya itu berjalan sehingga mengantarkan ku di Kelas XII semester Akhir, dan sampai saat itu dia tidak mengetahui perasaanku. Perpisahan Kelas XII pun dilaksanakan yang selalu diadakan setiaptahunnya. Dan ku meminta berpoto bersama-sama dengan “Ibu” guru yang separuh hatiku ada padanya. Sampai akhirnya kudihadapkan untuk bekerja demi mnyenangkan dan tidak membebani kedua orang tuaku. Hamper tiga bulan diriku bekerja di prusahaan swasta yang bergerak dibidang alat-alat kesehatan, tiba-tiba terdenga berita buruk buatku dan berita baik buatnya ternyata dia akan melangsungkan pernikahan. Disanalah mulai kesedihanku yang mengharu biru, sampai ku selalu meneteskan air mata lukaku disetiap sujudku. Itulah serpihan episode di masalaluku,. Dan ku punya kenangan, satu yaitu potoku bersamanya yang tidak kan ku hilangkan walau rasa cintaku kepadanya hilang.. “Bersambung”

Shaum Sunnah Tasu’a Asyura

Hari ini adalah tanggal 9 Muharam pada tahun Hijriah dan tanggal 7 Januari pada tahun Masehi. Hal yang di lakukan oleh Rasulullah pada tanggal 10 Muharam adalah shaum. Shaum ini di sebut dengan shaum Asyura.

Dalam kitab Buluhgul Maram hadits no 698 di sebutkan: Dari Abu Qatadah Al Anshari ra bahwasannya Rasulullah saw pernah di tanya tentang shaum hari Arafah, lalu beliau menjawab: “Ia dapat menghapus dosa-dosa tahun lalu dan tahun mendatang.” Beliau di tanya tentang shaum hari Asyura, lalu beliau menjawab: “Ia dapat menghapus dosa-dosa tahun lalu. Beliau ditanya tentang shaum hari senin, beliau menjawab: “Pada hari itu saya di lahirkan, saya di utus, dan Al-Qur’an turun kepada saya. (HR.Muslim)



Pada hadits di atas menunjukan bahwa shaum hari Asyura merupakan sunnah yang berasal dari Rasulullah saw. Dan kita sebagai pengikutnya di sunnah kan mengerjakan shaum pada hari Asyura.

Dalam kitab Riyadhus Shalihin hadits no 1259 pun di sebutkan: Dari Ibnu Abbas ra bahwasannya Rasulullah saw bershaum Asyura dan memerintahkan supaya orang-orang (muslim) shaum.” (HR. Bukhari dab Muslim)

Dengan hadits di atas maka semakin jelaslah perintah Rasulullah saw dalam hal shaum Ayura.

Kemudian Nabi mengetahui bahwa kaum Yahudi pun puasa pada tanggal 10 Muharam. Alasan kaum Yahudi puasa pada tanggal 10 Muharam adalah karena pada tanggal 10 Muharam itu adalah hari di mana Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta celakanya Fir’aun serta pengikutnya.Kemudian mereka pun berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah. Namun Rasulullah saws tidak suka dengan hal itu kemudian berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”.
Rasulullah saw mengatakan hal itu karena Rasulullah saw dan para pengikutnya lah yang lebih berhak tehadap Nabi yang terdahulu. Allah berfirman,
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya orang yang paling berhak dengan Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman, dan Allah-lah pelindung semua orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 68)

Untuk membedakan kaum Muslimin dengan kaum yahudi maka Rasulullah saw berkeinginan untuk shaum pada tanggal 9 Muharam atau di kenal dengan Shaum Tasu’a.
Hal ini berdasarkan hadits yang terdapat dalam kitab Riyadhus Shalihin hadits no 1261: Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Rasulullah saw bresabda: “Sungguh seandainya aku masih sampai pada tahun depan, niscaya aku akan shaum tasu’a pada hari kesembilan (dari bulan Muharam).” (HR. Muslim)

Dalam ilmu fikih hal yang ingin Rasulullah saw kerjakan di sebut dengan Sunnah Hammiyah. Drs. H. Muhammad Rifa’i dalam bukunya yang berjudul Fikih Islam Lengkap halaman 35 mendefiniskan Sunnah Hammiyah sebagai “sesuatu yang di kehendaki Nabi (di ingini) tetapi belum jadi di kerjakan”.
Seluruh ulama telah Ijma’ bahwa sunnah Hammiyah adalah hal sunnah yang bisa di kerjakan.

Sumbber: http://binekas.wordpress.com/2009/01/07/shaum-tasua-asyura/